Ketika Kita Bertemu Lagi: Cinta Lama yang Tak Pernah Pudar

Posted on

Ketika Kita Bertemu Lagi: Cinta Lama yang Tak Pernah Pudar

Saat itu aku bertemu dengan kawanku saat SMP. Dia sebenarnya adalah cinta pertama bagiku yang yang saat itu belum pernah aku ungkapkan walaupun sebenarnya aku tahu diapun juga mencintaiku, sebut saja namanya Novi. Waktu itu kami bertemu di sebuah emperan toko daerah Coyudan.

Kami sama-sama berteduh karena saat itu hujan mengguyur kota Solo sangat deras. Kami ngobrol panjang lebar dan angka arlojinya sudah menunjukkan pukul 6 sore, tetapi hujan tetap saja mengguyur walaupun tidak terlalu deras. Karena saat itu dia sedang menunggu bis, dan aku naik sepeda motor maka agar tidak kemalaman aku antar dia pulang tetapi tanpa jas hujan.

Sampai di rumahnya ternyata rumahnya dalam keadaan kosong karena keluarganya sedang menghadiri pesta pernikahan pamannya.
“Aduh.. gimana nih Vi.. bisa masuk ke dalam nggak?”, tanyaku.

“Tenang, biasanya kuncinya ada di bawah pot ini, nah ini dia, masuk yuk di luar dingin, lagian baju kamu basah semua”, katanya sambil membuka pintu rumah.
“Sebentar aku ambilkan handuk”, katanya sambil jalan ke belakang rumah.

Rumah yang sederhana tetapi sangat rapi dengan sofa ditengah ruangan. Dia keluar dengan menggenakan daster kuning transparan. Samar-samar aku lihat lekuk-lekuk tubuhnya yang sangat sempurna membuat jantungku berdebar kencang. Kulitnya yang putih mulus terlihat sangat serasi dengan daster yang dipakainya.

“Ini handuknya”, dia memecahkan lamunanku.
Karena baju dan celanaku basah maka aku buka bajuku dan aku pinjam salah satu kaosnya, tetapi bagaimana dengan celana panjangku?

“Pake punyaku aja Fa, aku punya jeans basic yang mungkin pas kamu pakai”, sahutnya.
Aku tidak kaget karena dia tergolong cewek bertubuh tinggi besar. Aku masuk ke dalam kamarnya dan mulai membuka celana panjangku, tinggal **-ku yang masih basah.

“Vi.. sorry nich aku boleh pinjem CD-mu nggak? Yang penting dapat dipakai”, tanyaku.
“Boleh, tapi di almari coklat yang kuncinya masih aku bawa, boleh aku masuk?”, sahutnya.
Saat dia masuk kamar, aku hanya dililit selembar handuk bergambar Hello Kitty kepunyaannya.

Saat dia membuka almarinya dia menyuruh aku untuk memilih sendiri, dan karena letak **-nya ada di bagian bawah, aku harus jongkok. Tanpa aku sadari setelah aku berdiri, handuk yang melilit tubuhku terlepas dan aku hanya bisa diam terpaku. Dia juga diam memandang tubuhku yang telah telanjang bulat.

Dia terus memandang pen*sku yang memang telah berdiri. Kemudian dengan perlahan dia mengambil handuk yang berada persis di bawah pen*sku. Kemudian tanganku mengusap kepalanya dan kepalanya tertahan tepat di depan pen*sku. Selanjutnya dia menc*um kepala pen*sku, membuatku semakin kelabakan.

Dia terus menc*um pen*sku dengan lembut dan penuh perasaan, bisa aku rasakan itu. Kemudian dia berdiri dan giliranku menjil*t bib*rnya yang sangat lembut, dan diapun membalas dengan memasukkan l*dahnya ke dalam mulutku. Untuk beberapa saat aku menikmati bib*r dan l*dahnya, aku lanjutkan permainan l*dahku di sekitar telinganya, aku k*lum telinganya, dia hanya bisa medesis kegelian. Aku lanjutkan dengan menc*um dan menjil*ti sekitar lehernya.

Aku mulai membuka resliting daster yang berada di belakang dan dengan perlahan aku tanggalkan daster kuningnya. Sekarang hannya tinggal ** dan **-nya saja yang tersisa. Perlahan aku c*umi dan g*git pay*dara bagian atas sambil tanganku berusaha melepaskan **-nya. Dia hanya terdiam dan terpejam menikmati g*gitan lembut bib*rku.

Setelah **-nya terlepas terlihat sepasang bukit yang sangat indah yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Begitu putih, lembut, kencang, padat dan kedua put*ngnya berwarna coklat masih bersembunyi di dalam pucuk pay*daranya. Perlahan aku usap lembut kedua pay*daranya dan aku h*sap put*ng s*sunya agar mau keluar dan aku k*lum lembut put*ngnya. Dia hanya bisa mendesis keenakan.

Karena capek berdiri, aku tidurkaan dia di atas ranjangnya sambil mulutku terus mengh*sap kedua put*ng sus*nya secara bergantian dengan lembut. Selanjutnya c*uman dan jil*tanku aku lanjutkan ke bawah menuju pusar dan p*ha bagian dalam. Dia lagi-lagi hanya mendesis, “Akh.. Fa.. aku nggak tahan..”, desisnya.

Mendengar itu aku semakin bersemangat menjil*ti p*ha, lutut, betis dan jemari kakinya aku k*lum sehingga dia semakin kelojotan menahan nikmat, terus aku k*lum jari-jari kakinya yang putih bersih sambil tanganku mulai melepaskan **-nya.

Saat **-nya terlepas, terlihat kem*lu*nnya yang telah berbulu agak lebat. Perlahan aku r*ba daerah p*ha dan kem*lu*nnya sambil kulanjutkan meng*lum jari kakinya. Aku temukan kl*torisnya terasa lunak dan agak basah, aku pilin-pilin daging kecil tersebut dia semakin mengerang menahan nikmat. L*dahku mulai bergerak dari jari kaki menuju betis, p*ha dan akhirnya pada daerah sekitar kem*lu*n.

Walaupun kulitnya putih bersih, tetapi daerah kem*lu*nnya berwarna coklat. Aku angkat kedua p*hanya dan l*dahku mulai menuju daerah d*burnya, sesaat kemudian ke daerah v*gina yang saat itu terasa basah dan berasa agak asin serta berbau khas menambah n*fsuku semakin menjadi.

Aku mengh*sap lendir yang keluar dari v*ginanya dan kukeluarkan di sekitar kl*torisnya, dan kl*torisnya pun aku h*sap-h*sap. Tanpa kuduga kedua p*hanya menjepit kepalaku yang saat itu sedang menikmati gurihnya kl*toris dan tangannya menekan kepalaku agar aku mengh*sap lebih dalam lagi.

Saat itu aku merasakan dia menegang dan seperti menjerit, “Akh.. uh..”, teriaknya. Aku tak tahu apa yang sedang dia rasakan saat itu, kemudian l*dahku aku pindah ke bawah tepat pada liang v*ginanya ternyata pada liang v*ginanya telah keluar cukup banyak l*ndir yang selanjutnya kuh*sap dan kutelan sampai habis.

Dia mundur sehingga terpaksa aku lepaskan h*sapanku. “Fa.. naik sini..”, dia menarikku yang saat itu masih jongkok dan menyuruhku tidur telentang di ranjangnya. Aku ditindih dan mulutnya mulai meng*lum bib*rku, seperti tidak mau kalah denganku, diapun mengh*sap dan meng*lum telingaku terasa geli dan hangat.

Dia lanjutkan dengan mengh*sap put*ng sus*ku, sambil tangannya mer*mas-r*mas pen*sku. Tanpa aku duga mulutnya mulai bergerilnya di sekitar p*ha dalamku, terasa sangat geli dan menambah kenikmatan. L*dahnyapun mulai menyapu d*burku, “Okh..”, aku setengah berteriak, ya ampun.. nikmat sekali.

Sepertinya dia tahu yang aku rasakan saat l*dahnya menyentuh sekitar d*burku, dan sekitar 5 menit lamanya dia menyapukan l*dahnya di sekitar d*burku, dan selanjutnya naik menuju pangkal pen*sku. Dia jil*t pangkal pen*sku sampai ke ujung kepala pen*sku berulang-ulang sampai aku rasakan seluruh bulu-bulu tubuhku merinding.

Selanjutnya dia memasukkan kepala pen*sku ke dalam mulutnya sambil sesekali dih*sap, tetapi sayang dia tidak dapat meng*lum lebih dalam lagi. Karena aku sudah tidak kuat menahan nikmat, maka aku minta dia untuk tidur telentang dan perlahan aku letakkan kepala pen*sku di depan lub*ng v*ginanya.

Aku gesek-gesekkan kepala pen*sku pada lub*ng v*gina sampai aku temukan lub*ng yang benar untuk memasukkan pen*sku. Setelah aku rasa tepat perlahan aku tekan pen*sku agar dapat masuk ke dalam lub*ng v*ginanya. Dia memejamkan mata seolah sedang menahan sesuatu, aku tak tahu pasti.

Terasa sangat sempit dan agak susah memasukkan pen*sku sampai pada kira-kira setengah panjang pen*sku Novi si cinta pertama ku berteriak, “Aakhh..”, aku menahan tekanan pen*sku dan aku lihat d*rah segar telah mengalir dari v*ginanya aku lanjutkan takananku sampai seluruh pen*sku tenggelam dalam v*gina yang telah banjir d*rah perawan dan kutahan pen*sku di dalamnya.

“Sakit Vi?”, bisikku.
“Nggak apa-apa lanjutin aja Fa.. aku menikmatinya kok”, dia balas berbisik.

Aku mulai mengayun-ayunkan pen*sku keluar masuk v*gina, terasa sangat nikmat dan hangat tetapi kulit pen*sku terasa agak perih. Kira-kira 5 menit aku mengayunkan pen*sku dan kelihatannya Novi si cinta pertama ku mulai menikmatinya, dia goyang-goyangkan pinggulnya dan kupercepat ayunan pen*sku sampai suatu ketika Novi berteriak, “Akh.. oh..”. Novi memejamkan matanya dalam-dalam.

Tidak lama setelah itu akupun mulai merasakan kesemutan di kepalaku dan, “Ccreet..”, m*niku keluar tetapi masih di dalam v*ginanya. Dia memelukku erat dan berkata, “Fafa.. aku sayang kamu..”. Aku tidur di atasnya tetapi pen*sku masih berada di dalam v*gina yang lama-kelamaan keluar sendiri karena mulai melunak, terasa agak geli jika pen*s yang lunak masuk dalam v*gina.

Aku terbangun dengan tubuh masih tel*nj*ng bulat ketika suara telepon berbunyi, aku lihat jam pukul 10 malam. Aku bangunkan Novi si cinta pertama ku yang masih tertidur tanpa selembar kainpun menutupi tubuhnya agar mengangkat telepon yang ternyata dari keluarganya dan berencana akan pulang besok siang. Jadi aku gunakan malam itu untuk tidur semalam dengan Novi tanpa selembar kainpun menutupi tubuh kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *